Rabu, 26 Agustus 2009

Radio Frequency Identification (RFID)

Tahun lalu, CIO Wal-Mart Stores Inc., Linda Dillman, mengumumkan bahwa pada Januari 2005 mendatang keseratus pemasoknya disyaratkan menerapkan tag radio frequency identification (RFID) pada seluruh pallet dan dus yang mereka kirim ke pusat-pusat distribusi dan toko-toko Wal-Mart. Tak pelak, para pemasok dan kompetitor bergegas mempelajari RFID - teknologi nirkabel yang memungkinkan mengidentifikasi dan melacak barang di sepanjang supply chain secara otomatis. Tahun 2007, perusahaan dengan 1.200 toko yang tersebar di AS ini menargetkan seluruh pemasoknya sudah menerapkan RFID.

Tak hanya Wal-Mart di Amerika, Metro Group, kelompok perusahaan ritel Jerman pun mensyaratkan 100 pemasok terbesarnya menerapkan RFID. Metro sendiri diharapkan sudah akan menggelar jaringan RFID di 10 pusat distribusi dan 50 tokonya. Pada 1 Januari 2006, lebih dari 250 tokonya di seluruh Jerman diharapkan sudah dilengkapi infrastruktur RFID agar bisa menerima ber-tag RFID. Sampai 2007, Metro berharap sudah 800 toko yang menerapkannya.

Penerapan RFID di perusahaan ritel kelas kakap membawa efek “bola salju”, yang mendorong sektor-sektor industri lainnya. Contohnya Wal-Mart, peritel yang menjual mulai dari sukucadang kendaraan bermotor, bahan makanan, obat-obatan dan produk-produk entertainment. Ketika semakin banyak pemasok, termasuk pemanufaktur yang mengadopsi teknologi RFID, para peritel lain mulai memanfaatkannya. Tak heran kalau para pengamat pasar TI dunia menempatkan RFID sebagai aplikasi yang akan menjadi tren tahun 2004 ini, dan tahun-tahun berikutnya.

Bagi perusahaan yang “diwajibkan” karena tuntutan peritel maupun regulasi, penerapan RFID tak terhindarkan. Sementara, perusahaan yang tidak larut dalam “eforia” RFID, pekerjaan rumah mereka adalah mencermati teknologinya, manfaat dan risikonya, dan bagaimana return on investment (ROI)-nya.

Mendongkrak ritel

RFID berpotensi diterapkan hampir di setiap sektor industri - perdagangan dan jasa - dimana ada proses pengumpulan data. Bisa juga sebagai tambahan terhadap teknologi data capture lainnya. Dari sisi industri, RFID bisa diterapkan di sepanjang rantai pasok, mulai dari hulu (pemasok dan pemanufaktur), kemudian merembet ke distribusi, transportasi, logistik, pergudangan dan berujung pada pengecer atau peritel.

Menurut Jeff Smith, managing partner untuk inovasi industri ritel dan barang konsumsi, Accenture, industri ritellah yang paling banyak mengambil manfaat RFID. Dari memperbaiki pengawasan inventori, mengurangi out-of-stock, memangkas pencurian dan meningkatkan kinerja pemasaran hingga penjualan di toko. Dengan informasi harga dan inventori yang akurat di seluruh toko, para peritel dapat lebih berkonsentrasi berjualan produk, daripada sekedar melacak dan menyetoknya.

“ Di industri ritel, mungkin hampir ‘tak ada yang bertanggung jawab’ untuk menangani penjualan, karena mereka lebih sibuk mengurusi uang di kasir, memeriksa stok di rak-rak pajang, atau mengelola gudang,” ujar Smith.”

Karena kurangnya kemampuan untuk mengetahui di mana atau seberapa banyak jumlah produk tertentu yang ada di rak atau gudang, para peritel harus menyediakan banyak tenaga kerja toko. Namun, dengan tag RFID dan reader pelacakan barang akan lebih mudah dilakukan. Selain lebih hemat biaya, juga lebih banyak orang yang dapat diberdayakan untuk pemasaran dan penjualan.

RFID memungkinkan peritel secara efektif mengisi rak pajang dengan produk yang diinginkan pelanggan. Memantau barang apa saja yang cepat habis, dan segera mengisi ulang beberapa kali dalam sehari dengan produk-produk yang tepat. “Ini bisa menjadi terobosan untuk mendongkrak pendapatan,” timpal Smith.

Para peritel besar sangat rentan terhadap masalah pelacakan produk ini. “Mereka tidak tahu apakah barang dagangannya telah terjual, masih ada di area pajang, sedang ditambah atau masih berada di gudang. Sistem yang ada sekarang tidak bisa melakukan itu semua,” ujar Smith. Padahal kegiatan ini bisa menghemat miliaran dolar setiap tahunnya. Wal-Mart misalnya, mengestimasikan penghematan 8,35 miliar dolar per tahun bila teknologi RFID ini digelar di seluruh pengoperasiannya.

Supply Chain Optimalization by implementing RFID (click image to enlarge)
Namun, implementasinya bukan tanpa hambatan. Masalah software coding, integrasi sistem dan supply chain management masih perlu diatasi. Juga, kompatibilitas kode-kode produk yang mengisi chip RFID. Dewasa ini, dalam sistem ritel, tidak ada satupun sebuah file master produk yang ditulis dalam kode sesuai EPC (Electronic Product Code). “Anda perlu membuat kode konversi untuk mengubah seluruh database yang ada, sehingga bisa menyimpan informasi dalam bentuk EPC. Ini tidak mudah. Belum lagi besarnya volume data yang dihasilkan sistem RFID,” tambah Smith.

Para peritel juga mengkhawatirkan lambatnya para pemasok dan distributor menerapkan RFID. Mereka tak bisa sendiri, melainkan perlu berkolaborasi untuk memperoleh manfaat penuh, misalnya cara terbaik menempatkan tag RFID pada produk atau kemasan.

Kekhawatiran lainnya adalah besarnya biaya penerapan RFID. Harga tag dan alat pemindai RFID atau reader, baru biaya awalnya. Di luar itu, perlu biaya membeli scanner baru, yang bisa memindai RFID dan barcode sekaligus. “Bayangkan jika peritel dengan masing-masing 38 jalur kasir di lebih dari 1.000 lokasi toko, angka yang muncul bisa sangat besar,” ujar Smith.

Menuju real-time manufacturing

Di rangkaian supply chain, penerapan RFID sangat berpengaruh pada pemasok dan pemanufaktur. Misalnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar: Berapa jumlah barang yang harus dihasilkan? Kapan harus dibuat? Ke mana harus dikirim? Ada di mana barang-barang itu?

Dengan jawaban yang tepat dan akurat, mereka bisa membuat forecasting, memroduksi dan mendistribusikan secara lebih efisien. “Bahkan, dengan RFID, just-in-time manufacturing dapat berkembang lebih jauh menjadi real-time manufacturing,” ujar Lyle Ginsburg, managing partner inovasi teknologi, Accenture.

“RFID akan menyentuh tiap bagian dari bisnis pemanufaktur,” ujarnya. Teknologi RFID akan berdampak positif pada pengelolaan bahan mentah dan aset-aset yang reusable, inventori gudang, pengiriman, pemrosesan pengembalian barang, logistik dan lainnya.

Bagi pemasok, RFID dapat memanfaatkan peralatan dan aset-aset lainnya secara lebih baik. Peralatan yang ber-tag RFID seperti forklift, troli dan kontener, dus dan palet akan lebih mudah dideteksi, juga isi yang dibawanya, ujar Paul Schmidt, senior manager untuk consumer products, Accenture.

Dampak positif lain yang bakal dinikmati para pemanufaktur adalah inventory management yang lebih baik. Dengan menempelkan tag pada dus dan pallet, juga barang, perhitungan inventaris lebih akurat. Out-of-stock berkurang, karena para pemasok mengetahui dengan tepat kapan jumlah stok menipis. Jika teknologi untuk memprediksi permintaan konsumen sudah dimiliki, RFID membuatnya lebih efektif.

RFID dapat meningkatkan proses produksi. Bahan baku yang banyak dan beragam bisa diberi tag untuk mengurangi kesalahan dalam proses pemilihan atau pencampuran bahan baku. Selain dapat menghasilkan produk-produk yang bermutu tinggi, lingkungan kerjanya lebih aman.

Di industri pengolahan makanan, RFID membantu memastikan mutu produk dengan melacak bahan atau komponen yang digunakan, misalnya obat-obatan, hingga ke sumber asal dan penyedianya. Jika dikombinasi dengan sensor, RFID akan mengambil dan melaporkan data seperti product ID, tanggal keluar, karakteristik fisik dan nomor lot pada setiap tahap proses produksi. Ini akan membantu para pemasok makanan memenuhi regulasi pengendalian mutu yang disyaratkan oleh badan pengawas obat dan makanan.

Pengiriman keluar oleh para pemanufaktur pun akan lebih akurat, karena pengembalian barang dan pemrosesannya lebih sedikit. Pada saat barang dikembalikan ke produsen, tag RFID akan memberi data yang lebih rinci, seperti tanggal pengiriman produk, identitas pelanggan dan harga yang dibayar.

“ Teknologi ini juga memberi pemanufaktur tingkat kepastian yang lebih besar mengenai apa yang terjadi di rantai pasok dibandingkan sistem-sistem yang ada sekarang,” ujar Ginsburg. Secara teoritis, teknologi ini memungkinkan pemanufaktur menggunakan sebuah PC dengan browser untuk melihat rak-rak pajang di suatu toko lokal atau gudang.

Aplikasi pergudangan

“ RFID bisa secara dramatis mengubah cara gudang dan pusat distribusi dikelola, sehingga lebih efisien dan akurat. Produktivitas dalam penerimaan dan check-in produk meningkat 50 sampai 80 persen,” ujar Kevin Mitchell, associate partner, supply chain service line, Accenture. Ini akibat dihilangkannya proses pengecekan barang, penulisan informasi barang, memasukkan data ke terminal dan mencetak dokumen. Semua dilakukan secara otomatis dan terhubung secara mudah ke suatu sistem pengelolaan pergudangan.

“Jika Anda memberi tag RFID di pallet, Anda bisa membaca informasi secara otomatis ketika barang-barang tersebut diterima, dan datanya langsung masuk ke sistem warehouse management,” ujar Mitchell. Tingkat kerincian informasinya lebih tinggi bila tag RFID diterapkan di dus, atau di setiap item.

Apa yang diharapkan Wal-Mart dari RFID?

Menurut Sanford C. Bernstein & Co., sebuah investment research house, yang berkantor di New York mengestimasikan bahwa Wal-Mart bisa menghemat hampir 8,4 miliar dolar AS setahunnya ketika RFID digelar penuh di seluruh rantai pasok dan toko-tokonya. Rinciannya:
• USD 6,7 miliar: Berkurangnya orang untuk memindai barcode di palet dan dus dalam rantai pasok dan toko mengurangi biaya tenaga kerja sampai 15 persen.

• USD 600 juta: Meski rantai pasoknya paling efisien di dunia, Wal-Mart tetap menderita out-of-stocks. Untuk mendongkrak bottom-line digunakan rak pintar atau smart shelves guna memantau ketersediaan barang di rak pajang

• USD 575 juta: Berkurangnya orang yang mengutil barang dari gudang karena keeradaannya terus terpantau. Pemindaian produk secara otomatis juga mengurangi kesalahan administratif dan kecurangan vendor.

• USD 300 juta: Kemampuan melacak lebih dari 1 miliar pallet dan dus yang bergerak melalui pusat distribusi setiap tahunnya juga sangat menghemat biaya.

• USD 180 juta: Kemudahan memantau produk-produk apa yang ada di rantai pasoknya – apakah itu di pusat distribusi miliknya atau di gudang pemasoknya – memungkinkan Wal-Mart mengurangi inventori dan menghemat biaya tahunan pengelolaannya.

Total penghematan 8,35 miliar (sebelum pajak) yang dihasilkan ini saja sudah melebihi masing-masing pendapatan total lebih dari setengah perusahaan Fortune 500.
Proses pengambilan dan pengemasan barang juga bisa dilakukan secara lebih mudah. Suatu barang bisa langsung dilacak keberadaannya di dalam gudang ketika pesanan atau order diterima. Jika masing-masing barang diberi tag, secara otomatis bisa dicocokkan dengan order untuk memastikan barang yang diambil tepat.

Kendalanya adalah pengintegrasian RFID dengan aplikasi-aplikasi warehouse management. “Pada tingkat pallet atau dus, RFID bisa bekerja dengan baik. Namun, jika sampai ke tingkat individual item, timbul banyak kesulitan (pada pengintegrasian datanya),” ujar Mitchell. Para early adopters sebagian besar menoleh ke solusi middleware untuk membantu masalah pengintegrasian data ini.

Beberapa vendor piranti lunak enterprise terkemuka sudah menyadari hal ini. Beberapa di antaranya sudah meluncurkan produk-produk piranti lunak yang kompatibel dengan infrastruktur RFID. Oracle misalnya, sudah merilis aplikasi Oracle Warehouse Management (OWM) versi baru yang mendukung RFID. OWM versi 10i.5 kompatibel dengan tag, reader dan printer untuk RFID yang dibuat beragam vendor. Sistem WM yang RFID-enabled ini akan terhubung dengan aplikasi dan sistem lainnya melalui 10g Application Server juga buatan Oracle.

“Fokus awal kami adalah penerapan RFID di tingkat pallet dan dus, tetapi dari middleware ke database, kami sudah siap untuk volume data yang dihasilkan tagging pada tingkat item,” ujar Jon Chorley, Direktur Senior, Pengembangan Warehouse Management Systems Oracle.

Distribusi yang lebih efisien

Kemudahan pelacakan barang dan aset akibat penerapan RFID juga bermanfaat untuk industri transportasi dan logistik. Jutaan dolar dapat dihemat dengan meningkatkan utilisasi aset, mendongkrak efisiensi operasional dan keamanan serta keselamatannya. Seperti yang dilakukan Associated Foods Stores, yang memangkas armada truknya dari 120 menjadi 67, setelah memasang sistem pelokasian real-time berbasis RFID.

Kalau Anda mengirim baju warna merah dari lokasi A ke lokasi B, dan Anda memutuskan tidak membutuhkan baju merah di B namun di C, maka RFID memungkinkan Anda mencari lokasi truk berisi kiriman baju merah dan mengarahkannya ke lokasi yang dibutuhkan pelanggan. Dengan cara ini jutaan dolar bisa dihemat.

Menuju transparansi bisnis

RFID telah bergulir. Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum digelar secara luas. Beberapa perusahaan riset pasar TI sudah wanti-wanti agar perusahaan yang ingin mengadopsi RFID perlu memperhatikan kesiapan infrastrukturnya.

“Banyak organisasi TI yang tidak langsung menyadari bahwa proyek RFID berskala kecil sekalipun bisa berdampak terhadap keseluruhan infrastruktur TI dan portofolio aplikasi. Jadi, readiness assessment harus dilakukan sejak awal,” ujar Gene Alvarez, vice president Technology Research Service Meta Group. Disarankan agar pada tahap awal proyek RFID dikonsentrasikan pada tingkat dus/pallet, sebagai pengganti barcode, sebelum bergerak ke implementasi yang lebih rumit di rantai pasok.

“Perusahaan akan menghadapi masalah ketika mereka menggulirkan RFID di atas infrastruktur yang lemah,” tegas Kara Romanow, seorang analis di AMR Research. “Agar bisa menerapkan RFID dengan benar dan nyata hasilnya, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelesaikan inisiatif sinkronisasi data secara sungguh-sungguh.”

Sinkronisasi data merupakan isu menarik dalam pengelolaan data, sehingga banyak perusahaan mencari piranti yang memungkinkan perusahaan membuat “tampilan tunggal” dari informasi yang beragam. Efisiensi penggunaan kode produk elektronik (EPC) dan RFID untuk melacak dan mengidentifikasi barang tidak akan tercapai tanpa sinkronisasi data di back-end.

“Sinkronisasi data merupakan dasar dari implementasi EPC,” ujar Mark Baum, wakil presiden eksekutif asosiasi manufaktur bahan makanan AS. “Jika tidak sinkron, sama saja Anda mengirim data yang buruk.” Agar lebih maksimal, industri harus melangkah ke usaha sinkronisasi data secara global (global data synchronization, GDS).

Untuk itu perusahaan harus mengadopsi format data standar, skim klasifikasi dan protokol pertukaran-informasi. Berikutnya berbagi item registry tunggal, yang menyediakan identifikasi unik untuk setiap produk yang didagangkan secara elektronik. Juga menyediakan katalog yang terhubung dan interoperable, sehingga ketika salah satu mitra mengubah atau memperbarui informasi, seluruh mitra lainnya langsung memiliki akses ke informasi baru tersebut.

Dengan cara pendeskripsian produk yang seragam ini, informasi dapat dengan mudah di-sharing oleh beberapa perusahaan di sepanjang rantai pasok. “Akhirnya, siapa pun yang berada di rantai pasok akan diuntungkan,” ujar Kathy Quirk, seorang analis dari Nucleus Research, “karena semua pihak berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama.” Jika ini terjadi, mereka bisa mulai berkolaborasi pada manajemen transaksi, supply chain management, penjualan dan promosi, dan bahkan pengembangan produk. “Akhirnya, Anda akan mendapatkan modus pengembangan bisnis yang lebih interaktif, kolaboratif dan transparan,” ujar Baum.